Inspirasi bertanya pada Erika Oktarini, pendiri Eduartion, mengenai bagaimana kreatifitas bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas dunia pendidikan Indonesia. “Dengan menambahkan aesthetic experience dalam proses pembelajaran di sekolah,” katanya.
Inilah pandangan Erika atas apa yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia: terdapat gap antara seni dan dunia pendidikan di Indonesia. “Para seniman seakan alergi mendengar dunia pendidikan, sebaliknya dunia pendidikan itu sering kaku dan kering,” kata Erika kepada Inspirasi. Ia melihat kenyataan kalau pekerja kreatif tidak melihat dunia pendidikan sebagai sebuah kesempatan bereksplorasi dan para pendidik juga tidak melihat seni itu ada manfaatnya. “Padahal sebenarnya pendidikan, mengajar, dan belajar adalah sebuah bentuk seni yang menarik dan banyak tantangannya,” kata Erika.
Erika mendirikan Eduartion, yang didedikasikan untuk merancang dan membuat media pembelajaran yang free, fun dan sistematis bagi masyarakat. Karena gratis, sampai saat ini operasional Eduartion ditunjang oleh bantuan lembaga donor seperti World Bank dan Kedutaan Besar Belanda di Indonesia. Sebagian income diperolehnya dari keuntungan yang didapatkan dari Matrik Ladang Belajar. “Kegiatan Matrik Ladang Belajar meliputi sanggar bimbingan belajar dengan metode mind map. Selain itu kami juga memiliki cafĂ©, dan art gallery,” kata Erika. Kegiatan Eduartion sampai saat ini bermarkas di Jalan Raya Magelang, Yogyakarta.
Eduartion memiliki misi untuk mengangkat the art of education dengan memproduksi transmedia constructivist learning, yaitu puzzle yang terdiri dari berbagai platform media untuk digunakan siswa dalam membentuk ulang metode belajar mereka sendiri. “Memang ada sesuatu yang perlu dikoreksi dalam metode pendidikan di Indonesia,” kata Erika.
Erika melihat saat ini, semua negara termasuk Indonesia sedang mereformasi pendidikan mereka dengan melakukan berbagai inovasi, namun ada kesalahpahaman dengan apa yang disebut sebagai creative learning. “Creative learning bukanlah belajar matematika lalu pada sesi berikutnya ada art session dengan mengundang para seniman ke sekolah seperti yang dilakukan oleh sebuah negara maju,” katanya. Bagi Erika, kreativitas itu sendiri harus embedded ke dalam setiap pembelajaran, sehingga jadilah seni bermatematika, seni berfisika, seni berbahasa, seni bergeografi, dan sebagainya.
Education Artist
Erika menyebut dirinya sebagai seorang education artist. “Pekerjaan saya adalah menciptakan aesthetic experience untuk memfasilitasi proses pembelajaran.” Untuk mencapai tujuan itu Erika menggunakan beragam tools termasuk story telling, lukisan, musik, film dan media kesenian lainnya. “Semuanya bisa didapatkan secara gratis oleh siswa-siswa sekolah di Indonesia,” kata Erika.
Hasilnya, Eduartion kini memiliki beragam produk yang mendukung proses pembelajaran yaitu mind map painting, video belajar, musik, termasuk event dan beragam workshop. Semuanya gratis. Dengan mind map painting, pelajaran matematika yang kerap menjadi momok, dipecahkan dengan menggunakan elemen gambar, warna-warna dan artistik. “Bahkan Kami juga berencana untuk memproduksi games dan mobile apps,” tambah Erika.
Bagaimanakah siswa-siswa merespon cara menghapal rumus matematika melalui apa yang ditawarkan band The Roemoez? “Respon sangat bagus,” kata Erika. Erika pernah mengadakan polling terhadap 3000 siswa di Yogyakarta dan 90% siswa menyambut cara-cara yang ditawarkan Eduartion dengan antusias. “Awalnya memang ada kesulitan karena kami terlalu banyak memperkenalkan hal baru secara bersamaan, tapi lalu kami mensosialisasikannya secara bertahap,” kata Erika.
Kini, Erika sedang fokus memperkenalkan mind map painting ke seluruh Indonesia, dan berharap kelak siswa-siswa yang belajar darinya mampu membuat mind map painting mereka sendiri. “Saya sempat bertanya, apakah anda senang ketika mengenang apa rasanya duduk di bangku sekolah dengan berbagai macam jenis pelajaran? Sebagian besar orang lega sudah melewatinya karena mereka menganggap kenangan itu sebagai suatu pengalaman yang berat.”