Yoris Sebastian, Konsultan, OMG Consulting
Saya sangat suka sepakbola, dan Jerman adalah tim favorit saya sejak kecil. Namun, menyaksikan pertandingan tim favorit, ternyata tidak hanya menjadi hiburan yang menyenangkan bagi saya, melainkan kerap memberikan inspirasi berharga yang bisa saya terapkan di dunia kerja.
Don’t Change The Winning Team
Dulu ketika saya masih bersekolah, Pastur kami berasal dari Jerman dan sering membagikan suvenir dan merchandise dari klub sepakbola Jerman. Hal inilah yang juga turut memberi pengaruh preferensi saya terhadap tim Jerman.
Pada Piala Eropa 2012 lalu, tentu saja saya mendukung Jerman walau permainannya tidak sekeren seperti ketika bertanding di Piala Dunia dua tahun sebelumnya. Meski akhirnya Jerman tidak berhasil merebut mahkota juara, saya mengamati kalau mereka melakukan persiapan dengan sangat baik untuk meraih gelar juara dan setiap pertandingan berjalan dengan kompetitif.
Banyak hal seru yang dilakukan pelatih Joachim Loew dan bisa menjadi inspirasi. Salah satunya adalah mematahkan mitos “Don’t Change The Winning Team” saat bertanding melawan Yunani. Kala itu, di saat semua pemain utamanya fit, Loew malah memasukkan Marco Reus dan Andre Schuerrle menggantikan pemain bintang Lukas Podolski dan Thomas Mueller di sayap.
Demikian pula di posisi striker, Mario Gomez yang kini sedang mengincar sepatu emas dengan 3 gol bersaing dengan Cristiano Ronaldo – tidak menjadi starter di pertandingan perempat-final tersebut. Loew memilih Miroslav Klose untuk memulai sebagai starter.
Seperti kita semua tahu, akhirnya strategi tersebut membuahkan hasil manis ketika Jerman menang 4-2, dimana Reus dan Klose menyumbang masing-masing satu gol untuk negara tersebut. Reus dan Schuerrle terbukti efektif membongkar pertahanan Yunani lewat sayap kanan-kiri secara bergantian.
Saya pun demikian. Di berbagai kesempatan, saya selalu mencoba berbagai winning team. Misalnya saat di Hard Rock Cafe dulu saya selalu mencoba mencari vendor-vendor baru berkualitas walau saya puas dengan performa vendor utama saya saat itu. Selain mempunyai banyak pilihan, saya pun menjaga kualitas mereka semua. Dan bila ada vendor utama yang tidak mampu perform, saya masih punya beberapa pilihan yang sama bagusnya. Saya pun tak ragu, memberi kesempatan untuk vendor kecil namun kemudian menjadi vendor utama saya setelah cukup pembuktian.
Di OMG Consulting juga begitu, walau kerap mengerjakan proyek properti bersama Urbane Architect milik sahabat saya Ridwan Kamil tapi saat menggarap sebuah Hotel di Gianyar Bali kami malah mengusulkan Hadiprana Architect. Bukan karena tidak puas dengan Urbane, namun supaya OMG Consulting tidak hanya bekerjasama dengan 1 winning team saja. Saya yakin di Gianyar Bali akan lahir asimilasi berbeda karena kerjasama dengan architect firm yang juga berbeda.
Inspirasi dari Chelsea
Sebenarnya Chelsea bukan klub favorit saya, tapi saya sangat senang melihat performa pelatih utama sementara mereka, Roberto Di Matteo. Di bawah kepemimpinannya, Chelsea hanya kalah sekali, tiga kali imbang dan 10 kali menang, termasuk saat membantai Tottenham Hotspur di semifinal Piala FA beberapa waktu lalu dengan skor 5-1. Chelsea juga secara dramatis berhasil menumbangkan Barcelona di semifinal Champions League dengan skor 1-0. Seandainya Chelsea berhasil juara, posisi Di Matteo bisa jadi dipermanenkan.
Kejadian ini juga membawa ingatan saya ke saat dimana saya menjadi Asst. General Manager di Hard Rock Café Jakarta. Kalau dipikir-pikir, tidak mungkin saya menjadi General Manager lantaran owner HRC di Asia selama itu, selalu mengangkat General Manager yang berasal dari Amerika ataupun Singapura. Belum pernah pada era tersebut ada General Manager yang merupakan orang lokal di kota dan negara tersebut.
Namun saya tetap bekerja dan belajar. Saya tidak mau jadi ban serep, saya selalu bersiap dengan berbagai pemikiran saya sendiri dan tidak sekedar mengikuti perintah-perintah dari GM. Saya kerap mengusulkan berbagai inovasi demi kebaikan banyak pihak. Saya terus belajar dari orang-orang di luar HRC yang sukses.
Banyak yang bilang, kenapa sih capek-capek, kerjakan saja sesuai jabatan. Yup, seringkali kita hanya mau bekerja sesuai dengan jabatan dan gaji yang kita terima. Padahal dengan bekerja lebih dari jabatan kita, kita bisa belajar. Sehingga saat kesempatan tersebut datang, kita sudah siap.
Sering lho, kesempatan mendadak datang, namun atasan tidak melihat kita siap untuk posisi tersebut.
Sama seperti Roberto Di Matteo, dia memanfaatkan kesempatan yang ada. Saya sendiri, saat itu juga ‘hanya’ diberikan title General Manager Ad Interim. Jadi saat orang-orang kasih saya selamat, saya bilang tunggu sampai saya fully promoted. Bisa jadi saya tetap Asst. GM.
Namun saya berhasil membuat HRC Jakarta mencetak profit double dibanding tahun sebelumnya di tahun pertama saya menjadi GM Ad Interim, sehingga title GM pun saya raih.
So apapun posisi kita, try to give it all. Jangan hitung-hitungan.